Teror Telepon +62 888 Resahkan Mahasiswa, ULM Usut Kasus ke Kepolisian

Penipuan dan teror telepon dari nomor asing berawalan “+62 888” marak di
kalangan mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat (ULM). Sejak Sabtu (29/3), kasus ini
menimbulkan keresahan dan bahkan menyebabkan kerugian finansial bagi sejumlah
mahasiswa. Menanggapi situasi ini, ULM mengeluarkan surat edaran pada Jumat (4/4) yang
mengimbau mahasiswa untuk tidak menanggapi panggilan telepon mencurigakan. Tetapi,
teror serupa masih terus berlanjut. Hingga kini, pengusutan kasus ini belum menemukan titik
terang, sehingga masih menimbulkan kekhawatiran di kalangan mahasiswa.

Mengurai Kronologi Modus Penipuan
Awalnya, pelaku menggunakan modus penipuan dengan menyamar sebagai anggota
Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan (Polda Kalsel). Hal ini diungkapkan oleh salah satu
korban berinisial TMC. “Sabtu, 29 Maret lalu, seseorang yang mengaku dari Polda Kalsel
menghubungi saya dan menyebutkan data diri saya. Setelah saya mengakui bahwa data
tersebut benar, barulah pelaku mengatakan bahwa saya terlibat dalam kasus penipuan dan
pencucian uang,” ungkapnya dalam wawancara daring, Jumat (18/4).
Modus penipuan berlanjut saat pelaku meminta TMC untuk membuktikan diri tidak
menjual data pribadi dengan cara mengirimkan sejumlah uang. “Pelaku mengatakan, ‘Jika
benar Anda tidak pernah menjual data diri, maka Anda diminta mentransfer uang sebesar
Rp50 juta’. Setelah perbincangan panjang, saya menyetujuinya. Tetapi, saya baru menyadari
ada kejanggalan setelahnya, dan kemudian pelaku menghilang,” sesalnya.
Senada dengan TMC, korban lain berinisial MS mengalami kejadian serupa tepat
sehari sebelumnya, pada Jumat (28/3). MS menjelaskan bahwa dirinya dituduh melakukan
pencucian uang dan diminta melakukan panggilan video melalui Zoom. Dalam upaya
meyakinkan korban, pelaku juga mengirimkan surat yang tampak resmi. Selain itu, pelaku
mendesaknya segera datang ke Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) untuk dimintai
keterangan.
“Dalam panggilan video tersebut, saya dituduh terlibat dalam pencucian uang ilegal
di Bank Mega dan diminta klarifikasi ke Polda Jatim. Awalnya saya mengira ini pencemaran
nama baik. Setelah didesak dan diancam, akhirnya saya mengirim uang sebesar Rp73,3 juta,”
jelasnya dalam wawancara daring, Kamis (17/4).

Menanggapi situasi tersebut, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Lambung
Mangkurat (BEM ULM) segera melakukan pendataan korban serta kerugiannya. Surat edaran
BEM melaporkan akumulasi kerugian mencapai Rp129,86 juta.
“Pendataan berlangsung selama tiga sampai empat hari dan mencatat hampir 2.000
mahasiswa terdampak teror telepon, dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)
serta Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) menjadi yang terbanyak,” ungkap Adi
Jayadi, Ketua BEM ULM 2025 saat wawancara secara langsung, Selasa (15/4).

Desak Transparansi Keamanan Data Mahasiswa
Guna mendapatkan kejelasan terkait kasus yang terjadi, BEM ULM melakukan
audiensi dengan pimpinan rektorat, termasuk Wakil Rektor 1 Bidang Akademik, Wakil
Rektor 2 Bidang Perencanaan, Keuangan, dan Umum, Wakil Rektor 3 Bidang
Kemahasiswaan dan Alumni ULM, serta Tim Cyber Security Unit Penunjang Akademik
Teknologi Informasi dan Komunikasi Universitas Lambung Mangkurat (UPA TIK ULM).
Dalam kesempatan itu, BEM ULM mengajukan serangkaian tuntutan kepada jajaran
pimpinan rektorat untuk segera mengeluarkan imbauan resmi dan surat terbuka. “Kami
menuntut segera pernyataan resmi dari rektorat dan klarifikasi terbuka dari UPA TIK ULM.
Selain itu, kami berharap ada bantuan nyata dan pendampingan bagi mahasiswa yang
terdampak secara finansial maupun non-material. Kami ingin adanya jaminan keamanan dan
perlindungan data mahasiswa,” tegas Adi.
Sebagai respons, UPA TIK ULM mengeluarkan pernyataan resmi melalui surat
edaran pada Selasa (8/4), yang menyatakan bahwa tidak ada kebocoran data maupun indikasi
upaya pencurian data dari dalam sistem.
Irwan Budiman selaku Kepala UPA TIK ULM menegaskan kembali bahwa
pihaknya telah melakukan pemeriksaan dan tidak menemukan adanya tanda-tanda
penyusupan ke database ULM. “Tim server administrator UPA TIK ULM telah memeriksa
dan memastikan, tidak ada anomali atau tanda-tanda penyusupan ke database,” jelasnya
dalam wawancara daring, Selasa (15/4).
Selaras dengan Irwan, Muhammad Rusmin Nuryadin, Wakil Rektor 3 Bidang
Kemahasiswaan dan Alumni ULM, meyakini bahwa tidak ditemukan bukti kebocoran data
yang berasal dari ULM. “Berdasarkan investigasi internal, kami menyimpulkan tidak ada
upaya pembobolan data dan bukti peretasan dari dalam sistem universitas. Jika ada akses dari
eksternal, mungkin sumbernya bukan dari internal,” pungkasnya dalam wawancara langsung,
Rabu (16/4).

Kontras dengan Rusmin, Adi menilai klarifikasi resmi dari rektorat dan UPA TIK
ULM belum sepenuhnya meredakan keresahan mahasiswa. Meskipun pihak universitas
menyatakan tidak ada pembobolan data, mahasiswa tetap mempertanyakan transparansi
penyelidikan dan keamanan informasi mahasiswa.

“Meskipun universitas menyatakan tidak ada kebocoran data, mengapa hanya
mahasiswa ULM yang mengalami teror telepon? Hal ini patut dipertanyakan dan dicurigai.
Jika tidak ada aktivitas log in dan log out dari eksternal, artinya ada indikasi keterlibatan
orang dalam,” ujar Adi.

Rektorat Bersama UPA TIK Lakukan Investigasi
Mendindaklanjuti insiden ini, rektorat bersama UPA TIK ULM telah melakukan
investigasi internal. “Kecurigaan terhadap kebocoran data internal sedang diselidiki.
Meskipun hasil investigasi sementara UPA TIK ULM tidak menemukan bukti kebocoran data
dari sistem universitas, investigasi akan tetap berlanjut,” jelas Rusmin.
Ia menambahkan bahwa pihak rektorat telah membuat laporan dan menyerahkan
kasus ini ke Polda Kalsel untuk pemeriksaan lebih lanjut. “Universitas telah menyerahkan
beberapa bukti penipuan termasuk bukti transfer dana dan percakapan ke Polda Kalsel untuk
penyelidikan. Laporan telah dikirim pada 9 April lalu,” ungkapnya.
BEM ULM menyatakan diri sebagai pengawal kasus ini dan telah mendampingi
korban untuk memberikan keterangan ke Polda Kalsel. Hal ini disampaikan oleh Kepala
Bidang Kemahasiswaan BEM ULM, Ahmad Zidan Satrio Utomo, dalam wawancara daring,
Jumat (18/4).
“Kami mendapat informasi pada Kamis, 10 April, bahwa kepolisian telah menghubungi
para korban, salah satunya TMC, untuk dimintai keterangan di Polda Kalsel, dan pada hari itu
juga kami mendampingi korban ke Polda Kalsel,” jelas Zidan.
Meski begitu, upaya laporan tersebut belum menemukan titik terang. Pihak
kepolisian hingga saat ini masih memperdalam kasusnya. “Hingga saat ini pihak kepolisian
masih memperdalam kasusnya apakah akan diarahkan ke Badan Reserse Kriminal atau ke
Cyber Crime. Kepolisian menyampaikan akan ada panggilan lanjutan,” lanjut Zidan.
Rusmin optimistis akan ada perkembangan dari kasus ini dan berharap kepolisian
dapat bekerja maksimal dalam mengungkap pelaku. “Semoga kepolisian segera
mengidentifikasi pelaku dengan memanfaatkan bukti transfer dan data rekening. Diharapkan
kepolisian dapat melacak melalui Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK),” jelasnya.

Di sisi lain, hingga berita ini ditayangkan, MS mengaku masih belum ada informasi
dari pihak kepolisian. “Hingga saat ini, belum ada kabar terkait kelanjutannya,” ungkapnya
dalam wawancara daring, Rabu (23/4).
Lebih lanjut, ia berharap akan adanya keringanan Uang Kuliah Tunggal (UKT)
sebagai bentuk bantuan universitas dan menjadikan kejadian ini sebagai pembelajaran
baginya. “Tidak ada kompensasi pasti, tapi saya berharap universitas membantu saya
mendapatkan keringanan UKT. Kejadian ini sebagai pembelajaran bagi saya dan harapannya
kejadian serupa tidak terulang dan pelaku segera terungkap,” tutup MS.
Selaras dengan MS, Adi turut berharap adanya keterbukaan dan transparansi dari
pihak terkait. “Kami mendesak pihak terkait untuk bersikap terbuka dan transparan. Serta
berharap pihak UPA TIK ULM segera memperketat keamanan database mahasiswa,”
pungkas Adi.

Edukasi dan Sosialisasi Sejak Dini
Sebagai langkah antisipasi, UPA TIK ULM telah melakukan langkah pengamanan
data melalui enkripsi. “Meskipun tidak ada kebocoran dari dalam sistem, kami akan tetap
melakukan peningkatan pengamanan data. Kami telah sepakat melakukan enkripsi data ke
seluruh nomor telepon civitas akademika ULM, dengan begitu hanya pihak tertentu yang
dapat mengakses data. Hal ini dilakukan untuk mencegah kebocoran data dan melindungi
informasi dari penyalahgunaan,” ucap Irwan.
Lebih lanjut, Irwan menuturkan upaya ini juga tak lepas dari peningkatan peran
Dosen Pembimbing Akademik (PA). “Dosen PA harusnya menjadi sarana pengaduan dan
konsultasi mahasiswa. Jika menerima informasi mencurigakan, sebaiknya konsultasikan
dengan Dosen PA,” pungkas Irwan.
Di sisi lain, Rusmin menekankan pentingnya edukasi melalui sosialisasi
kewaspadaan terhadap penipuan agar kejadian serupa tidak terulang kembali. “Dibutuhkan
edukasi mengenai kewaspadaan penyalahgunaan informasi sejak Pengenalan Kehidupan
Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) dan ditingkatkan melalui optimalisasi media sosial.
Mahasiswa perlu bersikap mawas terhadap telepon mencurigakan dan potensi hipnotis
melalui telepon,” tutupnya.

(EMA, RYN, SZA)