Menjelang pergantian tahun, kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% menuai penolakan keras dari masyarakat Indonesia. Pada Selasa (31/12/24) aksi demonstrasi serentak digelar di delapan kota, salah satunya Banjarmasin yang terlaksana di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel). Puluhan mahasiswa dari beberapa gabungan universitas dan Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus (Ormek) berunjuk rasa menolak kenaikan PPN yang berlaku mulai 1 Januari 2025.
Puncak Penolakan di Penghujung Tahun
Aksi demonstrasi ini diikuti oleh puluhan mahasiswa dari berbagai almamater kampus di Banjarmasin dan Ormek. Digelarnya aksi ini ditujukan untuk menyuarakan penolakan terhadap kenaikan PPN. Diperkirakan massa aksi yang turun berjumlah sekitar 70-80 orang. “Ada mahasiswa dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM). Universitas Islam Kalimantan Arsyad Al-Banjari (UNISKA), Universitas Muhammadiyah Banjarmasin (UMB), Universitas Sari Mulia (UNISMA), Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari Banjarmasin, Universitas Borneo Lestari (UNBL), Institut Agama Islam (IAI) Darussalam dan Universitas Achmad Yani (UPAYA) Banjarmasin,” jelas Muhammad Fareh Sahli, Koordinator Pusat Badan Eksekutif Mahasiswa se-Kalimantan Selatan (BEM SEKA) periode 2024 saat diwawancarai langsung, Selasa (31/12).
Kebijakan kenaikan PPN dinilai masih tersandung polemik. Muhammad Anzari, Wakil Presiden Mahasiswa UNISKA periode 2024 menjelaskan aksi ini sebagai bentuk kekecewaan masyarakat Kalimantan Selatan terhadap kebijakan yang akan berlaku. “Apa yang disampaikan pemerintah pusat tentang kenaikan ini hanya untuk barang mewah sifatnya masih bias dan multitafsir. Tidak menutup kemungkinan merambah ke berbagai sektor. Bahkan, ada beberapa bahan pokok yang masih tergolong sebagai bahan mewah,” tegasnya saat diwawancarai langsung, Selasa (31/12).
Sepakat dengan apa yang disampaikan oleh Anzari, salah satu peserta aksi dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Sultan Adam, Lida, turut mengungkapkan kekhawatirannya akan dampak kenaikan pajak. “Saya ingin menyuarakan suara rakyat. Naiknya PPN akan berimbas terutama pada masyarakat lapisan bawah,” ungkapnya saat diwawancarai langsung, Selasa (31/12).
Pajak Naik, Rakyat Tercekik
Aksi demonstrasi dimulai pada pukul 11.00 hingga 13.10 WITA yang diawali dengan long march dari Siring 0 Kilometer. Massa membawa spanduk bernada satir dan bendera sambil menyanyikan lagu-lagu seperti Indonesia Raya, Buruh Tani, Darah Juang hingga seruan komando.
Massa aksi demonstrasi mengajukan lima poin tuntutan yang ditujukan kepada DPRD Provinsi Kalimantan Selatan. Utamanya, menolak tegas kenaikan PPN 12%. Selain itu, ada empat poin tuntutan lainnya, antara lain menuntut pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU), mendesak pembahasan instrumen kebijakan fiskal berkeadilan, mendesak transparansi penggunaan pajak, serta mendesak pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat dan RUU Perampasan Aset.
Massa aksi kemudian menuntut anggota DPRD Provinsi Kalimantan Selatan untuk menemui mereka. Panggilan itu direspons oleh belasan anggota dewan. Namun, Ketua DPRD Provinsi Kalimantan Selatan, Supian, sebagai sosok kunci yang diharapkan massa aksi tak muncul. Mimbar bebas juga digelar untuk massa aksi berorasi. Tuntutan dan aspirasi disampaikan dengan lantang oleh Presiden Mahasiswa dari ULM, UIN, STIH, UMB, dan UNISKA.
Kartoyo selaku Wakil I DPRD Provinsi Kalimantan Selatan menjelaskan bahwa mereka memahami keresahan mahasiswa dan berkomitmen akan terus berada di belakang untuk melindungi. “Pihak DPRD akan menyampaikan aspirasi massa aksi ke pemerintah pusat melalui mekanisme kelembagaan fraksi-fraksi partai dan lainnya, kemudian juga akan membahas kembali klasifikasi barang yang dikenakan kenaikan pajak,” jelasnya saat diwawancarai langsung pada Selasa (31/12).
Di hadapan belasan anggota dewan, massa aksi melakukan aksi simbolis tiarap di tanah sebagai metafora bagaimana masyarakat biasa tidak berdaya terhadap kebijakan yang memberatkan. Akhirnya, tanpa mengantongi tanda tangan Ketua DPRD Kalimantan Selatan, massa aksi dengan komando membubarkan diri secara tertib.
Civitas Akademika Soroti Kenaikan PPN
Sejumlah pihak memberikan pandangan terkait isu ini, termasuk civitas akademika. Sri Maulida, Dosen Prodi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) ULM menyoroti kenaikan PPN berkaitan dengan PPN sebagai sub pendapatan dari tiga sumber pendapatan negara. “Kebijakan kenaikan PPN 12% bertujuan meningkatkan pendapatan negara Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk nantinya disalurkan ke program pemerintah. Kenaikan ini harus ada transparansi terkait penggunaan dan manfaatnya,” jelasnya saat diwawancarai daring pada Selasa (31/12).
Seorang Dosen FISIP ULM menekankan, terdapat dua sisi koin dalam permasalahan kenaikan PPN 12% yang perlu dianalisis secara multidimensional dengan mempertimbangkan dampak sosial ekonomi. “Pada satu sisi, ini salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara untuk pembiayaan pembangunan, terlebih dalam kondisi tekanan fiskal. Namun, di sisi lain, ini sangat berpotensi memberatkan masyarakat, khususnya kelompok rentan karena kenaikan pajak ini bersifat regresif,” tegasnya saat diwawancarai daring pada Selasa (31/12).
Terkait aksi demonstrasi mahasiswa, ia menyatakan langkah itu merupakan bentuk kebebasan ekspresi sah yang sudah diatur dalam konstitusi. “Aksi mahasiswa bisa menstimulus pemangku kebijakan untuk mengevaluasi setiap kebijakan yang dibuat,” tutur Dosen FISIP ULM secara optimis.
Harapan Dosen dan Demonstran untuk Pemerintah
Kenaikan PPN 12% masih menuai pro dan kontra di kalangan mahasiswa maupun akademisi. Abdurrahman Hakim selaku Presiden Mahasiswa UIN Antasari periode 2024 menyatakan rasa kecewanya dengan ketidakhadiran Ketua DPRD Kalimantan Selatan dan mengharapkan pengkajian ulang kebijakan. “Pemerintah harus menimbang penghasilan rakyat Indonesia rata-rata menengah ke bawah dan mengeluarkan kebijakan yang berpihak kepada kesejahteraan rakyat,” ungkapnya saat diwawancarai langsung, Selasa (31/12).
Alih-alih fokus pada kenaikan PPN yang berimbas tak adil pada masyarakat menengah ke bawah, Muhammad Syamsu Rizal selaku Ketua BEM ULM periode 2024 mengharapkan pemerintah lebih getol lagi terhadap jenis pajak lain yang dinilai krusial. “Saya berharap pajak fiskal untuk komoditas ekstraktif disahkan,” tegasnya saat diwawancarai langsung pada Selasa (31/12).
Sejalan dengan Abdurrahman dan Syamsu, Dosen FISIP ULM juga menekankan agar pemerintah selalu mengedepankan prinsip keadilan sosial dalam setiap kebijakan fiskal seperti kenaikan PPN 12%. “Kebijakan ini perlu diiringi dengan perbaikan sistem redistribusi pendapatan yang baik, misal dengan memperkuat jaring pengaman sosial dan mengurangi kebocoran anggaran,” tutupnya.
(KAR, NAR, MM)
Leave a Reply