Menilik Peran ULM sebagai Kampus Hijau di Tengah Isu Darurat Sampah 

Universitas Lambung Mangkurat (ULM) telah berkomitmen mengimplementasikan konsep Kampus Hijau sejak tahun 2020 melalui efisiensi energi, pengelolaan limbah, dan penghijauan kawasan kampus. Tetapi, di balik komitmen tersebut, ULM belum memiliki fasilitas pengelolaan sampah yang definitif dan mandiri. Hal ini menjadi tanda tanya besar terhadap peran ULM sebagai Kampus Hijau di tengah penetapan status Tanggap Darurat Sampah di Kota Banjarmasin.

Menguak Alasan dan Respon Penutupan TPAS

Permasalahan sampah di Kota Banjarmasin seakan menjadi pekerjaan rumah yang tak kunjung usai. Awal Februari, Pemerintah Kota (Pemko) Banjarmasin mengeluarkan Surat Edaran tentang penetapan Status Tanggap Darurat Sampah. Kebijakan ini merupakan imbas dari keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia (RI)  yang menutup 306 Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) di Indonesia dengan pengelolaan sampah open dumping. Unit Pelaksana Teknis Daerah Tempat Pengelolaan Akhir Sampah (UPTD TPAS) Basirih termasuk salah satu TPA yang dalam pengoperasiannya masih menerapkan sistem open dumping atau penumpukan sampah tanpa dikelola lebih lanjut. 

Permasalahan ini pun menuai komentar dari akademisi. Seperti disampaikan Rizqi Puteri Mahyudin, Dosen Teknik Lingkungan ULM, bahwa penutupan TPAS Basirih memiliki alasan yang kuat karena tak sesuai dengan Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. 

“Penutupan TPAS Basirih memang memiliki alasan yang kuat mengingat terdapat regulasi yang sudah menyatakan TPA tidak boleh beroperasi secara open dumping atau pembuangan secara terbuka,” tuturnya saat diwawancarai secara daring, Minggu (23/2). Kendati begitu, ia menyebutkan bahwa penutupan UPTD TPAS Basirih juga berdampak pada pencemaran lingkungan dari munculnya tempat penampungan sementara (TPS) ilegal di Kota Banjarmasin.

Lebih lanjut, Muhammad Hidayatullah, Pegiat Lingkungan di Kalimantan Selatan menilai penutupan UPTD TPAS Basirih dapat menambah beban anggaran. ”Pengalihan sampah ke TPA Regional Banjarbakula menambah beban biaya operasional di tengah kebijakan efisiensi anggaran saat ini,” ungkapnya saat diwawancarai secara daring, Selasa (25/2).

Fahrianoor selaku Dosen Ilmu Komunikasi ULM pun turut buka suara mengenai permasalahan dan saran untuk pengelolaan sampah di Banjarmasin. Ia mengatakan bahwa skema penanganan sampah seharusnya bukan sekadar dikumpulkan lalu dibuang ke TPA, tetapi juga melibatkan pemrosesan daur ulang yang terstruktur. 

“Kita wujudkan supaya zero sampah. Caranya bisa dengan pengadaan TPA di tiap Rukun Tetangga (RT). Jadi, ketika keluar dari situ tidak ada lagi sampah, melainkan hanya hasil daur ulang dalam bentuk pupuk atau bahan baku bernilai ekonomis,” imbuhnya saat diwawancarai secara langsung, Rabu (26/2).

Komitmen dan Peran terhadap Lingkungan

Di tengah polemik sampah yang melanda Kota Banjarmasin, ULM memainkan peranannya sebagai pemegang nama Kampus Hijau. Kepala Biro Umum dan Keuangan ULM, Akhmad Iskandar, menyebutkan bahwa ULM memperoleh penilaian 2,5 dari 5 pohon pada UI GreenMetric World University Rankings 28 November 2024, pemeringkatan kampus hijau dan kelestarian lingkungan oleh Universitas Indonesia. “ULM saat ini telah terdaftar sebagai anggota UI Green Metric sebagaimana telah dibentuk tim kelompok kerja UI Green Metric ULM tahun 2025,” ungkapnya saat diwawancarai secara daring, Selasa (25/2).

Selain menyatakan komitmen sebagai kampus hijau, ULM juga menanamkan prinsip-prinsip menjaga kebersihan kepada setiap sivitas akademika, sebagaimana yang dilontarkan oleh Arief Rahmad Maulana Akbar selaku Wakil Rektor II Bidang Perencanaan, Keuangan, dan Umum ULM. “Tugas kita sebagai entitas pendidikan adalah bisa menjaga lingkungan kampus agar pembelajaran terlaksana dengan baik. Jadi, masing-masing mempunyai peran tersendiri,” tutur Arief.

Dalam menjalankan peran sebagai Kampus Hijau, ULM memiliki sistem tersendiri untuk pengelolaan sampah di lingkungannya. Arief menjelaskan bahwa ULM bekerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Banjarmasin dalam pengelolaan sampah. Biasanya, sampah dikumpulkan di Tempat Penampungan Sementara (TPS) yang terletak di eks Gudang Rektorat Lama. Setiap subuh dan sore, petugas kebersihan dari Pemerintah Kota Banjarmasin akan mengambil sampah untuk dialihkan ke TPAS.

“Taraf pengelolaan sampah hanya pengumpulan karena aktivitas kampus berlangsung dari pagi sampai sore dan sampah yang dihasilkan masih dalam jumlah yang bisa ditanggulangi,” ujar Arief. 

Tantangan Efektivitas Pengelolaan Sampah ULM

 Sistem pengelolaan sampah ini pun juga menuai perhatian dari mahasiswa. Salah satunya diutarakan Muhammad Khairuddin dari Program Studi Geografi, yang juga tergabung dalam Duta Pepelingasih Kalimantan Selatan 2024. Ia melihat bahwa keberadaan fasilitas ramah lingkungan atau go green dalam area kampus masih kurang.

“Menurut saya, ULM belum memiliki fasilitas yang benar-benar go green. Sedangkan, persebaran bak sampah dan juga kebersihan bisa dibilang sudah cukup baik. Akan tetapi, tidak adanya fasilitas yang menjurus go green tentunya menjadi pekerjaan rumah tersendiri untuk ULM,” tuturnya pada wawancara langsung, Selasa (18/2).

Selain volume sampah yang tidak terlalu signifikan, Arief mengatakan bahwa ULM masih bergantung pada Pemko Banjarmasin untuk pengangkutan sampah. Hal ini disebabkan oleh belum adanya unit pengolahan sampah mandiri di kampus yang mampu mengolah sampah menjadi material ramah lingkungan yang dapat dimanfaatkan kembali.

Menanggapi hal tersebut, Rizqi menyarankan agar perencanaan komitmen Kampus Hijau dimulai dengan target yang terukur dan realistis, seperti penerapan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle). “Komitmen sebagai Kampus Hijau juga perlu direncanakan dan dilaksanakan sesuai dengan target yang ingin dicapai sehingga kegiatan-kegiatan yang mengarah ke 3R terlaksana secara konsisten dan ajek. Tentunya perlu dukungan partisipasi dari semua pihak kampus,” ungkapnya.

Ia melanjutkan bahwa untuk meningkatkan pengelolaan sampah, diperlukan strategi khusus yang mempertimbangkan jenis sampah dominan di area kampus. “Misalnya, sampah kertas yang bernilai ekonomi sangat potensial masuk ke bank sampah kampus. Sampah organik seperti dedaunan atau sampah sisa kantin dapat dilakukan proses pengomposan ataupun reduksi dengan Black Soldier Fly (BSF),” ungkapnya. 

Dengan begitu, harapannya ULM dapat meningkatkan pengelolaan sampah dan edukasi masyarakat sekitar akan kebersihan lingkungan.. “Kegiatan-kegiatan kecil tapi bermakna dan berdampak seperti pengurangan, pemilahan dari sumber, serta pemanfaatan sampah akan sangat berpengaruh terhadap pengurangan jumlah sampah yang dihasilkan,” pungkasnya. 

Ciptakan Inovasi sebagai Kontribusi

Hingga kini, ULM masih berupaya mengoptimalkan pengolahan sampah di area kampus dengan pengelolaan secara mandiri. “Saat ini kami sedang mengupayakan terbangunnya tempat pengolahan sampah di kampus sehingga ada proses pemilahan sampah dan hanya residu yang diangkut ke TPA,” jelas Iskandar.

Sebagai solusi ramah lingkungan, ULM menghadirkan mesin air minum gratis di gedung Rektorat lantai satu. Inisiatif ini bertujuan mengurangi sampah plastik melalui kampanye penggunaan tumbler. “Mesin air siap minum hasil penelitian dan karya dosen ULM telah tersedia di Rektorat lantai satu bagi pengunjung bisa mengisi tumbler masing-masing, diharapkan bisa mengurangi penggunaan air minum kemasan plastik,” tutur Iskandar.

Inovasi teknologi lain berupa alat pengolahan sampah minim residu dari ULM melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) berhasil menarik perhatian KLHK untuk bekerja sama menjadi mitra pengolahan sampah. 

“Kebijakan ULM melalui LPPM ULM saat ini bertahap membantu masalah pengolahan sampah di Kota Banjarbaru. Alat tersebut bisa mengolah sampah menjadi hal yang bermanfaat dan hanya sedikit residu yang dihasilkan melalui alat tersebut,” jelasnya.

Alat yang menjadi harapan KLHK agar dapat bermitra dalam pengolahan sampah di Kota Banjarbaru, disinyalir berada di Fakultas Teknik ULM. “Terkait alat tersebut kalau tidak salah diletakkan di fakultas teknik di kampus Banjarbaru. Yang lebih banyak tahu kepala LPPM ULM,” terang Iskandar.

Tidak hanya itu, ULM juga turut melakukan kerja sama dengan Banua Green Hub demi mengefektifkan pengolahan sampah di kampus dan meminimalisir pendistribusian sampah ke TPAS. “Kami sedang mengupayakan kemitraan dengan praktisi yang merupakan alumni Program Studi Teknik Lingkungan ULM untuk membangun tempat pengolahan sampah kampus, sehingga ada proses pemilahan sampah dan hanya residu yang diangkut ke TPA,” ujar Iskandar. 

Ia juga mengungkapkan bahwa pada bulan Oktober 2024, ULM mendapat bantuan dari Bank Kalsel berupa kontainer truk sampah yang nantinya akan digunakan setelah dibangunnya tempat pengolahan sampah di lingkungan kampus.

(EMA, MLS, DAR)