Ditemukannya aksi catcalling di lingkungan kampus Universitas Lambung Mangkurat (ULM) menimbulkan keresahan dan ketidaknyamanan bagi mahasiswa. Catcalling nyatanya dianggap sebagai bagian dari bentuk pelecehan seksual. Keresahan mahasiswa akan catcalling tersebut pun tak pelak berdampak terhadap kehidupan sosial korban.
Kronologi Kejadian dari Perspektif Korban
Korban berinisial KR, salah satu Mahasiswi Program Studi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lambung Mangkurat (FISIP ULM) menceritakan dirinya mengalami catcalling ketika sedang menunggu temannya di area dekat masjid ULM. “Mulanya ada kumpulan di taman dekat masjid ULM. Tiba-tiba saja beberapa orang itu melakukan catcalling kepada saya,” ungkap KR melalui wawancara daring, Selasa (12/9). KR mengaku catcalling yang dialaminya berupa siulan yang menimbulkan ketidaknyamanan.
Ia juga mengungkapkan bahwa setelah kejadian itu ia merasa tidak nyaman saat melewati kumpulan laki-laki. “Saya memilih menghindar ketika ada kumpulan laki-laki karena takut kejadian lagi,” tuturnya. Selanjutnya KR mengaku belum pernah melaporkan kejadian ini kepada pihak berwenang dikarenakan khawatir tidak memiliki argumen yang kuat. “Saya ingin melaporkannya, tetapi tidak punya bukti untuk melaporkan kejadian tersebut,” ungkapnya.
Senasib dengan KR, korban berinisial WD, Mahasiswi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP ULM) juga pernah mengalami kejadian serupa. “Saat saya jogging di area kampus, di sana banyak anak motor yang mengejek bahkan melakukan catcalling,” tuturnya melalui wawancara daring, Selasa (12/9). Ia mengutarakan sejak kejadian tersebut berdampak pada rasa tidak percaya dirinya untuk berinteraksi sehari-hari. “Selalu takut bertemu orang tidak dikenal, bahkan sempat sampai menangis,” ungkapnya. Sampai dengan saat ini pun, WD juga mengaku belum pernah melaporkan kasus catcalling yang dialaminya.
Sudah Saatnya Mahasiswa Bersuara
Perasaan kecewa diungkapkan Virna Dwi Elmiati, Mahasiswi Program Studi Administrasi Bisnis FISIP ULM terkait kasus catcalling yang terjadi di lingkungan kampus. “Seharusnya kampus menjadi tempat yang nyaman bagi mahasiswa, bukan sebaliknya,” ucapnya ketika diwawancarai langsung pada Selasa (12/9). Virna juga membagikan tentang bagaimana meningkatkan kesadaran terhadap kasus catcalling. “Harusnya korban melaporkan ke pihak berwenang yang ada di kampus atau menggunakan media sosial untuk mengungkapkan ketidaksetujuan terhadap catcalling,” tuturnya.
Tanggapan yang serupa juga diberikan oleh Annisa Ghina Rahman, Mahasiswi Program Studi Pendidikan Geografi FKIP ULM, bahwa perlu adanya kesadaran dari semua pihak. Ia juga berpendapat kegiatan sosialisasi dapat meningkatkan kesadaran tentang pelecehan seksual. “Melalui sosialisasi, kita bisa mengetahui bentuk-bentuk pelecehan seksual itu sebenarnya beragam, salah satunya catcalling,” ujarnya saat diwawancarai secara daring, Selasa (12/9).
Ormawa Tanggapi Kasus Catcalling
Kasus catcalling yang menimpa beberapa mahasiswa ULM pun mendapat perhatian dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP ULM, salah satunya seperti yang disampaikan Wakil Kepala Departemen Advokasi Kesejahteraan Mahasiswa dan Organisasi Mahasiswa (ADKESMAWA) BEM FISIP ULM, Khairunisa Firda Ayu. Ia menyayangkan atas terjadinya catcalling di lingkungan kampus. Firda mengungkapkan bahwa Departemen ADKESMAWA juga sering mendapat laporan dari korban catcalling. “Korban dari tindakan catcalling ini pasti banyak, tetapi yang berani angkat bicara hanya beberapa,” ungkap Firda saat diwawancarai secara daring, Selasa (12/9).
Firda juga menjelaskan tentang bagaimana cara ADKESMAWA menangani laporan-laporan tentang kasus catcalling yang masuk ke mereka. “Dari ADKESMAWA sendiri akan menyerahkan ke pihak Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual ULM agar identitas dari korban dirahasiakan dan mendapatkan solusi dari permasalahannya,” paparnya.
Kendati banyaknya kasus catcalling yang terjadi di kampus, Firda menyarankan untuk korban melaporkan kejadian tersebut kepada Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual ULM. “Ke depannya perlu gencar sosialisasi mengenai keberadaan Satgas PPKS ini agar mahasiswa yang ingin mengajukan keluhan tahu bahwa ada Satgas PPKS dan tidak melenceng ke yang bukan ranahnya,” timpalnya.
Satgas PPKS Imbau Awareness pada korban
Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual sebagai pihak yang menangani tindak kekerasan seksual di ULM turut memberikan tanggapan terhadap kasus catcalling. Nor Hafizah selaku Staf Pelayanan Satgas PPKS menjelaskan terjadinya catcalling disebabkan kurangnya perasaan saling menghargai. “Sering sekali pelaku merasa dirinya hanya menyapa, tetapi tidak sadar bahwa adanya penambahan gestur, siulan, dan nada kalimat justru menimbulkan rasa tidak nyaman dan bersifat menggoda,” jelas Hafizah melalui wawancara daring, Rabu (13/9).
Melihat dari banyaknya laporan mahasiswa mengenai catcalling ini, Hafizah menyarankan kepada seluruh mahasiswa harus berani memberikan perlawanan. “Kami meminta untuk teman-teman jangan takut untuk mengutarakan bahwa kamu tidak suka dan catcalling itu tidak dibenarkan agar teman-teman tidak lagi menjadi korban,” ungkapnya. Hafizah berharap bahwa setiap orang harus memiliki pandangan kesetaraan yang sama, tidak ada yang boleh direndahkan, dilecehkan atau dijadikan sasaran kekerasan. (SR, JZM)
Leave a Reply