Generasi Z (Gen Z) yang lahir di rentang tahun 1997 hingga 2012 sering kali mendapat stigma negatif di media sosial, seperti generasi yang malas, manja, terlalu bergantung pada teknologi, dan mudah mengeluh. Di balik sentimen ini, Haris Fadillah, seorang Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lambung Mangkurat (FISIP ULM) muncul sebagai contoh nyata bahwa Gen Z mampu memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat. Ia mendirikan Green Generation Kalimantan Selatan, organisasi yang bergerak di bidang pelestarian lingkungan.
Melawan Stereotip Generasi Z
Di era digital, media sosial menjadi wadah utama pembentukan opini publik. Sayangnya, sering kali kita menjumpai tren seperti video singkat yang cenderung mengandung sentimen negatif. Gen Z digambarkan sebagai generasi yang malas, manja, bergantung pada teknologi, dan lebih suka mengeluh.
Padahal, stereotip ini sering kali tidak adil karena hanya didasarkan pada potongan-potongan opini viral yang cenderung menyoroti sisi negatif saja. Di tengah munculnya narasi negatif ini, terdapat sosok seperti Haris Fadillah yang membuktikan bahwa Gen Z bukan sekadar generasi yang pasif, tetapi juga generasi yang penuh kreativitas dan produktif.
Pemuda yang akrab disapa Haris ini merupakan Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2022 FISIP ULM sekaligus pendiri Komunitas Green Generation Kalimantan Selatan pada tahun 2019 silam. Sebagai mahasiswa tingkat akhir, kini ia fokus menggarap skripsi sebagai syarat menyelesaikan pendidikan sarjana.
Lahir di Kota Balikpapan pada tahun 2004 dari pasangan orang tua asal Balangan, ia menghabiskan masa kecilnya hingga usia tiga tahun di kota kelahirannya sebelum pindah ke Kabupaten Balangan. Ia dibesarkan dalam kultur masyarakat Balikpapan yang sangat menjaga kebersihan. “Kalau ada orang buang sampah sembarangan di Balikpapan, itu pasti bukan orang Balikpapan,” ujar Haris dengan bangga saat berbincang langsung dengan Tim LPM INTR-O pada Jumat (22/3).
Haris mengenyam pendidikan sekolah dasar di SD Jungkal yang terletak di sebuah desa kecil di Lampihong. Lalu melanjutkan ke SMP Negeri 1 Paringin dan SMA Negeri 1 Tanjung. Saat itu, ia terinspirasi oleh keberhasilan sebuah komunitas Green Generation di Balikpapan dalam mendukung sekolah meraih Adiwiyata.
Inspirasi itu juga yang membawa Haris untuk berpartisipasi pada Jambore Nasional Generasi Hijau (JNGH) tahun 2020 yang diselenggarakan oleh Green Generation tingkat pusat, dengan tujuan membahas dan mencari solusi isu lingkungan di Indonesia serta melibatkan pelajar terbaik dari seluruh negeri.
Namun, karena pandemi Coronavirus Disease (COVID) 2019, keberangkatan peserta ke Palembang dibatalkan. Akhirnya, terlintas di pikiran Haris bersama teman-temannya untuk membentuk Green Generation di kabupaten dan kota masing-masing. “Saat itu, Green Generation di tingkat provinsi belum ada, salah satu mentorku mendorongku untuk mendirikan organisasi ini di tingkat Kalimantan Selatan,” tuturnya.
Keputusan ini menjadi titik awal kontribusi besarnya dalam gerakan lingkungan di Kalimantan Selatan serta memperkuat jaringannya dengan aktivis lingkungan. “Pada 26 September 2020, Green Generation Kalimantan Selatan resmi didirikan oleh aku bersama teman-temanku, yaitu Muhammad Daffa Rif’at, Muhammad Aditya Ramadhan, Annisa Fitria Maharani, Jannatul Maiyah, Nefi Sera Damayanti, dan Zulfa Nadia Fitri,” kenang Haris.
Pantang Menyerah dalam Tantangan
Perjalanan Haris membangun Green Generation Kalimantan Selatan tidak selalu mulus. Ia harus meniti dari pengalaman pahit masa kecilnya sebagai korban perundungan. Hal itu mendorongnya untuk keluar dari zona nyaman, mencari teman dan lingkungan baru yang lebih produktif. Keaktifannya dalam berbagai organisasi dan komunitas membentuknya menjadi pribadi yang lebih terbuka dan empatik terhadap sesama.
Di samping itu, mendirikan Green Generation di rentang usia yang terbilang masih remaja saat itu bukanlah perkara hal yang mudah bagi Haris. Berbeda halnya dengan organisasi lain yang memiliki naungan dan orang yang benar-benar dapat mengontrol di organisasi. “Merintis di umur 14 sampai 15 tahun itu masih labil, otak masih belum sempurna membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Alhamdulillah, aku dikelilingi figur orang dewasa yang bisa mengarahkanku,” jelasnya.
Haris juga mengerti arti kemandirian, terutama dari sisi finansial. Kini, ia juga aktif bekerja sebagai wedding organizer (WO), mengikuti berbagai lomba, dan bahkan memanfaatkan kompetisi sebagai salah satu sumber penghasilan. “Sampai sekarang aku tidak pernah meminta uang kepada orang tua. Dari kegiatan lomba yang aku ikuti, uangnya aku pakai untuk membayar biaya kuliah,” jelas Haris.
Semangat Haris untuk menebar dampak positif terus terpampang melalui program-program Green Generation Kalimantan Selatan. Salah satu program terbarunya ada Green Generation Beraksi, yang dilaksanakan pada 1 Januari 2025 di berbagai daerah, seperti Kota Banjarmasin, Kabupaten Balangan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, dan Kabupaten Banjar. Di Balangan saja, aksi ini diikuti oleh 130 pemuda Balangan yang berhasil mengumpulkan 301 kilogram sampah.
“Melalui Green Generation, aku ingin menginspirasi ratusan anak muda untuk lebih peduli terhadap lingkungan serta membantu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan dan melestarikan lingkungan,” ucapnya.
Menebar Inspirasi bagi Sekitar
Dedikasi Haris dalam memperjuangkan lingkungan tidak hanya berdampak positif bagi masyarakat, tetapi juga menginspirasi banyak orang. Salah satunya adalah Normala Hayati, Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2022 sekaligus teman dekatnya. Normala melihat Haris sebagai sosok yang kreatif dan inovatif serta selalu menghadirkan energi positif dalam setiap kegiatan. Semangatnya yang tinggi mendorong orang-orang di sekitarnya untuk beraksi nyata dan berkontribusi bagi masyarakat.
Lebih lanjut, Normala menuturkan bahwa keaktifan Haris di berbagai organisasi membuat pasang mata kagum akan prestasi yang ia capai. “Haris itu orangnya sangat aktif, banyak sekali meraih prestasi di bidang akademik maupun non-akademik, banyak orang-orang di sekitarnya yang terinspirasi,” timpalnya saat diwawancarai pada Rabu (19/3).
Semangat dan kegigihan Haris juga diakui oleh para akademisi, seperti dituturkan Nur Tazkia Amalia Hamdie selaku Dosen Ilmu Komunikasi FISIP ULM. Ia menyebut Haris sebagai representasi nyata bahwa Gen Z tidak selalu seperti stereotip yang berkembang. “Haris mampu menunjukkan bahwa Gen Z itu tidak sepenuhnya pemalas. Dia menjadi bukti bahwa generasi ini juga bisa aktif, berprestasi, dan berkontribusi bagi masyarakat,” ungkapnya pada wawancara daring, Jumat (21/3).
Hal serupa juga diungkapkan oleh Ni’mah Ilham selaku Dosen Sosiologi FISIP ULM, yang menilai kepedulian Haris terhadap isu lingkungan sebagai hal langka di kalangan anak muda. “Jarang sekali anak muda yang peduli terhadap lingkungan dan Haris menunjukkan kepeduliannya melalui aksi nyata. Dengan adanya komunitas yang ia dirikan, masyarakat yang memiliki minat serupa dapat memiliki wadah untuk menyalurkan aspirasi mereka,” tuturnya saat diwawancarai secara daring, Kamis (20/3).
Strategi Berkembang ala Gen Z
Menanggapi stereotip Gen Z yang dicap sebagai generasi pemalas dan tak dapat berkembang, Haris berpendapat tak semua Gen Z pemalas dan tidak memiliki keinginan untuk terus tumbuh dengan baik. “Sebagai Gen Z, kita harus memiliki kemauan untuk terus mengeksplor diri dan mampu mematahkan stereotip negatif tersebut,” ujarnya.
Haris pun turut berusaha memacu semangat Gen Z yang lain dengan memberikan strategi meniti karir, salah satunya adalah membangun relasi yang berpotensi menjadi kerja sama serta memiliki mentor. ”Aku banyak dikelilingi teman-teman yang lebih dewasa dariku. Bimbingan dari mereka inilah yang membantuku berkembang dan membuatku seperti sekarang,” ucap Haris.
Di samping itu, ia menekankan pentingnya memiliki tujuan hidup yang jelas dan saling mendukung satu sama lain sebagai salah satu kunci untuk menciptakan dampak yang lebih besar bagi masyarakat. Sebab baginya, keberhasilan bukan hanya tentang pencapaian pribadi, tetapi juga bagaimana seseorang dapat membawa dampak bagi orang lain.
Haris pun menutup dengan pesan metafora bahwa setiap individu memiliki potensi untuk bersinar. “Jadilah api yang tidak memadamkan lilin milik orang lain, tetapi menyalakan lilin itu agar terus terang benderang,” tutupnya
(DMB, NBL, CYN)
Leave a Reply