Tuntutan Gaya Hidup Picu Perilaku Konsumtif Mahasiswa 

Konsumtif
Sumber: istockphoto.com

Peka terhadap tren atau yang dikenal dengan istilah ‘up to date‘ nampaknya sangat lekat kaitannya dengan mahasiswa. Perilaku konsumtif menjadi salah satu persoalan yang mendukung kadar ‘up to date‘ mahasiswa, salah satunya di Universitas Lambung Mangkurat (ULM). Seakan dituntut mengikuti arus perkembangan masa kini, mahasiswa cenderung kehilangan kontrol sehingga picu perilaku konsumtif dalam berbelanja.

Berniat Apresiasi Diri

Perilaku konsumtif seringkali menjadi alasan mengapa mahasiswa merogoh kocek untuk hal-hal di luar kebutuhannya. Begitulah yang dirasakan oleh Thabita Aliya Hasanah, salah satu Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat (FK ULM) 2022. Dirinya mengakui selama masa perkuliahan lebih konsumtif dibandingkan saat di sekolah dulu. “Saat sudah menjadi mahasiswa, saya banyak menghabiskan waktu di luar rumah sehingga banyak mengeluarkan biaya,” tuturnya saat wawancara daring, Selasa (12/9). Thabita melanjutkan bahwa berbelanja sering diartikan sebagai self reward berkedok pemborosan. “Biasanya menghabiskan uang sebagai self reward untuk mengapresiasi pencapaian-pencapaian mereka di kampus atau healing dari rasa stress yang dialami,” tambahnya.

Sementara itu, Faizatus Saufiyah, Mahasiswa Fakultas Hukum (FH) ULM 2023 berpendapat bahwa perilaku konsumtif mahasiswa pada saat ini bisa jadi disebabkan oleh lingkungan pertemanannya. “Jika ia tidak mengikuti gaya hidup di lingkup pertemanannya, maka akan dijauhi,” ungkapnya saat wawancara daring, Selasa (12/9). Selain dipengaruhi oleh faktor eksternal, Faizatus menambahkan bahwa faktor internal turut menjadi penyebabnya. “Mahasiswa cenderung merasa tertinggal ketika mereka tidak mengikuti atau membeli barang yang sedang trend,” lanjutnya. 

Menanggapi hal tersebut, Sri Hidayah selaku Dosen Sosiologi turut memberikan pandangannya terhadap perilaku konsumtif yang terjadi di kalangan mahasiswa. Sri mengatakan bahwa perilaku konsumtif merupakan hal yang tidak bisa dihindari karena akan tercipta sebuah siklus. “Mahasiswa harus bijak memilih keputusan mana yang lebih dibutuhkan dan mana yang diinginkan,” ujarnya saat wawancara secara langsung, Rabu (13/9).

Petaka Dari Pemborosan 

Adanya gaya hidup konsumtif ternyata dapat menimbulkan dampak negatif, salah satunya memicu penggunaan produk layanan pinjaman. Hal ini dialami oleh Muhammad Thaib, Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) ULM 2022. Ia mengutarakan akibat dari gaya hidup konsumtifnya dengan menggunakan layanan Shopee Paylater, membuatnya menjadi cemas karena terlambat membayar. “Sebenarnya lelah karena selalu ditelepon dan rasanya seperti diteror sampai tidak berani untuk mengangkat telepon dari nomor asing,” ucapnya saat wawancara daring, Selasa (12/9). 

Berkaca dari hal tersebut, Sri Hidayah kembali menegaskan bahwa mahasiswa yang kecanduan produk layanan pinjaman seperti Shopee Paylater dan pinjaman online (pinjol) akan semakin terjerumus ke dalam perilaku konsumtif. “Gaya hidup yang konsumtif dapat mempersuasi mahasiswa untuk terlena sehingga terjun ke dunia pinjol. Kalau seperti Shopee Paylater itu bisa menjadi fatal karena riwayatnya terekam oleh bank,” ucapnya. 

Kendali Dari Diri Sendiri

Timbulnya perilaku konsumtif bukanlah suatu hal yang tidak bisa diatasi. Skala prioritas misalnya yang dapat menjadi metode untuk mengurangi perilaku konsumtif. Seperti yang diungkapkan oleh Thabita, bahwasanya dengan menggunakan skala prioritas, kebutuhan dan kemauan dalam berbelanja dapat terpisahkan. “Biasanya jika memang keperluan tersebut dapat saya tunda dan tidak terlalu penting, maka saya tidak langsung membeli barang tersebut,” ungkapnya. Ia juga menambahkan bahwa mahasiswa perlu menyesuaikan gaya hidup dengan kemampuan dirinya sendiri. “Sebaiknya tidak usah memaksakan gaya hidup kita hanya sekadar mengikuti orang-orang,” tambahnya. 

Sri Hidayah juga turut memberikan kiat-kiat dalam mengendalikan gaya hidup konsumtif dengan cara mengambil keputusan dengan bijak, mencari teman yang tidak menjerumuskan ke budaya konsumtif, serta menggunakan uang pada hal yang berguna. “Lebih baik uangnya digunakan untuk hal bermanfaat, seperti melatih skill, mengikuti tutor, atau membeli paket internet untuk menonton video edukatif,” tutupnya. 

(SAL, CC)